Meresapi Wejangan Gus Dur (KH. Abdurrohman Wahid)

Jika Alloh memudahkan bagimu mengerjakan sholat malam..
Maka janganlah memandang rendah orang-orang yang tidur.
Jika Alloh memudahkan bagimu melaksanakan puasa..
Maka janganlah memandang rendah orang-orang yang tidak berpuasa dengan tatapan menghinakan.
Jika Alloh memudahkan bagimu membuka pintu berjihad..
Maka janganlah kamu memandang rendah orang yang tidak berjihad dengan pandangan meremehkan.
Jika Alloh memudahkan dirimu dalam mengais rezeki bagimu..
Maka janganlah memandang rendah orang-orang yang berhutang dan kurang rezekinya dengan pandangan mengejek & mencela.
Karena itu semua adalah titipan Alloh yang suatu saat akan kau pertanggung jawabkan.
Jika Alloh memudahkan pemahaman agama bagimu..
Maka janganlah kamu sombong & bangga diri karena Alloh-lah yang memberimu pemahaman itu.

Boleh jadi orang yang tidak mengerjakan qiyamullail, puasa, tidak berjihad dsb, Mereka lebih dekat ke Alloh daripada dirimu. 

   Kutipan di atas adalah sebuah pesan yang kata orang-orang sering disampaikan Gus Dur Alloh Yarham dalam berbagai kesempatan. Meskipun begitu, sebenarnya beliau menukilnya dari sebuah kitab salaf yang cukup populer, terutama di kalangan santri yang menggeluti dunia tasawwuf. Kitab tersebut adalah kitab Madarijus Salikin karangan Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah Rohimahulloh (w.751 H.). seorang ulama salaf yang memiliki keluasan ilmu dalam berbagai bidang. Meski begitu, kita tidak akan panjang lebar membahas biografi beliau. Kita akan lebih berusaha meresapi setiap kata yang beliau dawuhkan.
   Jika kita menelisik kehidupan di sekitar kita, tentu kita akan langsung mengernyitkan dahi, pun sedikit tersenyum kecut. Eh, ternyata sampai saat ini pun, dawuh beliau masih sangat relevan dengan keadaan. Maka sangat keliru -menurut saya- kalau ada sebagian orang yang mengganggap bahwa kitab kuning sudah tidak relevan. Itu adalah pernyataan orang yang "kurang pintar"  yang mungkin terlalu sibuk untuk mempelajari kitab kuning secara lebih mendalam -tentu kalau mereka tak mau dibilang malas-. Dalam berbagai kitab kuning baik madzhab Syafi'i, Hambali, Hanafi ataupun Maliki sangat banyak sekali ilmu- apabila kita mau menyelami lebih mendalam tentunya- tentang tuntunan berbagai macam sendi kehidupan sekaligus pemecahan berbagai problematika-nya.
   Kembali pada kutipan di atas, selain susunan katanya yang begitu indah -walaupun terjemahan dan bukan teks aslinya- maknanya pun sangatlah dalam. Imam Al-Jauzi Rohimahulloh mengajarkan kepada kita tentang makna keikhlasan. Terlihat bagaimana beliau mengingatkan kepada kita -kalau kita merasa- bahwa segala sesuatu itu haruslah dilakukan dengan ikhlas, tanpa dipaksa, tanpa merasa terpaksa, dan tanpa merendahkan sesama. Senada dengan esensi dawuh tersebut, dalam Qoidah Fiqh kita mengenal "Innamal A'malu Binniyat". Yang kira-kira kita bisa mengartikanya bahwa segala sesuatu sangat bergantung pada niat tersebut. Maka tentu sudah menjadi suatu keharusan bagi kita untuk selalu menghadirkan keikhlasan dalam niat kita melakukan apapun. 
   Meski begitu, kita harus ingat "JANGANLAH MENUNGGU IKHLAS UNTUK BERAMAL, TAPI TERUS BERUSAHALAH BERAMAL WALAU TIDAK IKHLAS, KARENA KEIKHLASAN LAMA-LAMA AKAN TERCIPTA KALAU KITA MEMAKSAKAN"

   Ah, begitulah kira-kira ....

Comments